Berdamai dengan Luka dan Rasa Sakit
Ada salah satu hal yang paling melelahkan di dunia ini. Saat kita ingin melepaskan sesuatu. Namun ia tetap saja mengejar kita. Meski kita telah menjauh, ia tetap saja terasa dekat. Saat kita berharap segera mampu melupakan, di sisi lain kita tetap harus bertahan dengan segala hal yang menjaganya dalam ingatan.
Seperti ingin mati, tetapi takut menemui kematian. Seperti ladang-ladang kering yang butuh hujan. Namun, saat hujan datang tanah merasa cemas akan kebanjiran. Rasanya penuh cemas. Hidup tidak pernah seimbang setelah patah hati datang merusak rencana yang sudah dikemas.
Bagaimanapun, melarikan diri dari rasa sakit hati, tidak akan membuat hati menjadi lebih baik. Kadang, patah hati memang harus dinikmati. Rasa sakit hati bukan untuk dibunuh. Rasa sakit akan mati saat kita berusaha memberikan kebahagiaan pada diri kita. Bukan menumbuhkan benci di dada.
Hal yang sulit dipahami oleh manusia : mengapa saat hati sudah disakiti, masih saja ada rasa sayang di dalamnya?
Mengapa saat manusia sudah sadar bahwa ia dilukai, baru kemudian paham bahwa pada kenyataannya ia adalah seseorang yang dicampakkan? Orang yang merasa kecewa atas keputusan seseorang yang lain. Namun entah bagaimana prosesnya, perasaan cinta tetap saja lebih kuat. Mengalahkan logika dan akal sehat. Hal yang membuat orang-orang yang sedang patah, hatinya bersikeras sendiri. Padahal seharusnya tahu, tidak mungkin kembali mengulang kisah lama. Namun enggan menerima bahwa ia tidak lagi diterima.
Sudah tidak selayaknya menyedihi seseorang yang menusuk dari belakang, seseorang yang membakar dalam lipatan, seseorang yang menggunting tali ikatan. Seseorang yang akhirnya menyadarkan bahwa yang dicintai sepenuh jiwa belum tentu membalas setulus hati.
Tak seorangpun pernah menyadari bahwa ada pengkhianat yang bersembunyi di balik cerita-cerita baik yang dimiliki. Penyamar ulung yang menjelma pemberi kasih sayang. Lalu pelan-pelan menusukkan belati. Semakin dalam merobek jantung hati. Mati saja tidak, hanya sekarat. Benar-benar menolak ingin percaya. Tidak mungkin rasanya semua itu terjadi. Sebelum akhirnya terpaksa menerima dirinya yang penuh luka tusuk di dada. Luka-luka tanpa bekas di kulit, namun begitu sakit.
Hidup tidak seharusnya disesali hanya karena kita patah hati. Tidak seharusnya menghentikan langkah meskipun pernah kalah. Walaupun pelan-pelan, tetap harus berjalan. Berusaha memulihkan luka di dada. Menebas segala kesaktian yang menumpukkan duka.
Sudah cukup jauh membuang kesakitan. Satu hal yang harus diperjuangkan. Selain cinta, adalah keluarga yang merupakan bagian penting dalam perjalanan hidup manusia. Keluarga adalah tempat pulang dari segala petualangan. Tempat kembali saat senang dan sedih hati. Tempat dimana hidup selalu menemukan arti saat dunia membuat bingung apa yang sedang dicari. Tempat dimana setelah perjalanan jauh, setelah petualangan panjang yang tak kunjung membuatnya benar-benar utuh.
Seperti ingin mati, tetapi takut menemui kematian. Seperti ladang-ladang kering yang butuh hujan. Namun, saat hujan datang tanah merasa cemas akan kebanjiran. Rasanya penuh cemas. Hidup tidak pernah seimbang setelah patah hati datang merusak rencana yang sudah dikemas.
Bagaimanapun, melarikan diri dari rasa sakit hati, tidak akan membuat hati menjadi lebih baik. Kadang, patah hati memang harus dinikmati. Rasa sakit hati bukan untuk dibunuh. Rasa sakit akan mati saat kita berusaha memberikan kebahagiaan pada diri kita. Bukan menumbuhkan benci di dada.
Hal yang sulit dipahami oleh manusia : mengapa saat hati sudah disakiti, masih saja ada rasa sayang di dalamnya?
Mengapa saat manusia sudah sadar bahwa ia dilukai, baru kemudian paham bahwa pada kenyataannya ia adalah seseorang yang dicampakkan? Orang yang merasa kecewa atas keputusan seseorang yang lain. Namun entah bagaimana prosesnya, perasaan cinta tetap saja lebih kuat. Mengalahkan logika dan akal sehat. Hal yang membuat orang-orang yang sedang patah, hatinya bersikeras sendiri. Padahal seharusnya tahu, tidak mungkin kembali mengulang kisah lama. Namun enggan menerima bahwa ia tidak lagi diterima.
Sudah tidak selayaknya menyedihi seseorang yang menusuk dari belakang, seseorang yang membakar dalam lipatan, seseorang yang menggunting tali ikatan. Seseorang yang akhirnya menyadarkan bahwa yang dicintai sepenuh jiwa belum tentu membalas setulus hati.
Tak seorangpun pernah menyadari bahwa ada pengkhianat yang bersembunyi di balik cerita-cerita baik yang dimiliki. Penyamar ulung yang menjelma pemberi kasih sayang. Lalu pelan-pelan menusukkan belati. Semakin dalam merobek jantung hati. Mati saja tidak, hanya sekarat. Benar-benar menolak ingin percaya. Tidak mungkin rasanya semua itu terjadi. Sebelum akhirnya terpaksa menerima dirinya yang penuh luka tusuk di dada. Luka-luka tanpa bekas di kulit, namun begitu sakit.
Hidup tidak seharusnya disesali hanya karena kita patah hati. Tidak seharusnya menghentikan langkah meskipun pernah kalah. Walaupun pelan-pelan, tetap harus berjalan. Berusaha memulihkan luka di dada. Menebas segala kesaktian yang menumpukkan duka.
Sudah cukup jauh membuang kesakitan. Satu hal yang harus diperjuangkan. Selain cinta, adalah keluarga yang merupakan bagian penting dalam perjalanan hidup manusia. Keluarga adalah tempat pulang dari segala petualangan. Tempat kembali saat senang dan sedih hati. Tempat dimana hidup selalu menemukan arti saat dunia membuat bingung apa yang sedang dicari. Tempat dimana setelah perjalanan jauh, setelah petualangan panjang yang tak kunjung membuatnya benar-benar utuh.
Komentar
Posting Komentar